Pakar Kebijakan Publik: Pembatasan Penggunaan Produk Tembakau Alternatif Langgar Hak Konsumen
2 min readJakarta – Pembatasan akses berupa pelarangan dan tidak adanya transparansi informasi terhadap produk tembakau alternatif dinilai merupakan bentuk pengabaian terhadap hak konsumen. Hal ini diungkapkan oleh sejumlah ahli kebijakan publik dan ilmuwan pada kegiatan Global Tobacco Nicotine Forum (GTNF) yang merupakan ajang berbagi gagasan para ahli kesehatan masyarakat, perwakilan pemerintah hingga pelaku industri tembakau dari seluruh dunia.
Dalam forum yang diselenggarakan pada 21 – 24 September ini, Director of the Center of Research Excellence on Indigenous Sovereignty and Smoking, Marewa Glover mengatakan pengendalian produk tembakau alternatif dalam bentuk pembatasan terhadap penggunaan produk tersebut merupakan kebijakan yang keliru. Konsumen, khususnya perokok dewasa, memiliki hak menggunakan produk minim risiko kesehatan yang dapat membantu mereka untuk berhenti merokok secara bertahap.
“Kita seharusnya tidak meniru pengendalian tembakau yang mengarah pada pembatasan penggunaan tembakau dan nikotin dalam bentuk apapun. Pengendalian tembakau telah menggunakan otoritas secara progresif dan mengabaikan kebebasan masyarakat,” ujar Marewa.
Dampak yang ditimbulkan terhadap pembatasan penggunaan produk tembakau alternatif sangat signifikan. Marewa mengungkapkan sejumlah ahli kesehatan masyarakat telah menyarankan agar tidak dilakukan pelarangan dalam menggunakan produk tembakau alternatif. Sebab, tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kesehatan masyarakat. “Mulai dari konsekuensi negatif berupa kerugian psikologis serta meningkatnya angka penyakit dan kematian. Kita perlu memperkuat sains dengan mengangkat dan meningkatkan standar pengaturan produk ini,” ujarnya.
Terpisah Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR, Ariyo Bimmo, mengatakan konsumen memiliki hak untuk mendapatkan akses ke produk yang lebih baik. “Konsumen, dalam hal ini perokok dewasa, berhak mengakses dan menggunakan produk-produk yang dinilai dapat membantu mengurangi risiko kesehatan yang diakibatkan kebiasaan merokok, salah satunya lewat produk tembakau alternatif,” ujarnya.
Lebih lanjut, Bimmo menambahkan pentingnya regulasi demi perlindungan konsumen. ”Yang diperlukan saat ini dari pemerintah Indonesia adalah peraturan agar perokok dewasa dapat mengakses produk tembakau alternatif sambil membatasi akses non-perokok dan anak-anak terhadap produk tembakau alternatif. Dengan begitu, kita tidak hanya melindungi hak perokok dewasa sebagai konsumen, tapi juga masyarakat di sekitarnya,” tegasnya.
Hingga saat ini, menurut Bimmo, pemerintah belum berhasil menurunkan angka perokok di Indonesia yang telah mencapai 65 juta jiwa, meskipun telah melakukan sejumlah strategi. “Kementerian Kesehatan seharusnya bersikap terbuka dengan hadirnya produk tembakau alternatif. Kemenkes bisa meniru Inggris dan Selandia Baru yang justru merespon kehadiran produk ini dengan positif untuk menurunkan angka perokok di negaranya,” ungkap Bimmo.