Konsumen Tegaskan Perlunya Aturan Khusus HPTL
2 min readJakarta – Konsumen produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) mengharapkan adanya aturan khusus yang mengatur produk ini, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan snus. Kehadiran regulasi akan memberikan perlindungan terhadap konsumen dan publik serta membantu pemerintah dalam menurunkan prevalensi perokok.
Dalam diskusi daring Asia Harm Reduction Forum (AHRF) 2021, Ketua Aliansi Vaper Indonesia (AVI) Johan Sumantri, yang turut menjadi pembicara mewakili Indonesia, menjelaskan konsumen produk HPTL di Indonesia belum mendapatkan perlindungan secara regulasi. Padahal, angka penggunanya sudah mencapai 2,2 juta jiwa. “Peraturan produk HPTL belum ada kepastian dan belum diatur secara jelas di Indonesia,” kata Johan pada diskusi tersebut.
Adapun aturan yang terkait produk ini baru berupa pengenaan tarif cukai HPTL sebesar 57% yang tergolong tinggi. Menurut Johan, peraturan tersebut belum merepresentasikan risiko produk HPTL yang berdasarkan sejumlah kajian ilmiah, baik dari dalam dan luar negeri, telah terbukti lebih rendah risiko dibandingkan rokok. Besaran tarif cukai seharusnya sebanding dengan risiko produknya. “Oleh karena itu, AVI mendorong lebih banyak penelitian lokal tentang produk HPTL,” ungkap Johan.
Dengan melakukan riset mandiri maupun menggunakan data penelitian yang sudah ada, pemerintah dapat memanfaatkan hasil tersebut sebagai acuan dalam membuat regulasi khusus produk HPTL. “Regulasi bagi produk inovatif ini perlu diatur secara khusus, dengan mempertimbangkan profil risiko yang berbeda dari rokok konvensional. Regulasi ini harus berdasarkan riset,” ujarnya.
Johan melanjutkan adanya regulasi yang berdasarkan riset akan meluruskan opini yang keliru mengenai produk HPTL di publik. Produk ini masih dianggap sama berbahayanya dengan rokok. Bahkan ada yang menilai produk ini jauh lebih berbahaya dari rokok. “Itu tidak benar. Konsumen juga belum mendapatkan haknya untuk memperoleh informasi yang benar mengenai produk HPTL yang mereka konsumsi,” tegasnya.
Selain memberikan informasi akurat, regulasi ini juga bakal menciptakan perlindungan terhadap publik, seperti anak-anak di bawah usia 18 tahun, non-perokok, ibu hamil dan menyusui dilarang mengakses serta menggunakan produk HPTL. Produk ini hanya ditujukan bagi perokok dewasa. “Peraturan ini diperlukan untuk mencegah penggunaan oleh anak-anak. Ketentuan lainnya dalam regulasi ini adalah peringatan kesehatan tekstual,” kata Johan.
Johan juga berharap dalam proses pembentukan aturan tersebut, asosiasi konsumen dapat dilibatkan supaya regulasi yang diterbitkan tepat sasaran untuk perlindungan konsumen.
Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Ariyo Bimmo sependapat dengan Johan. Konsumen produk HPTL berhak mendapatkan perlindungan secara regulasi. Dengan menciptakan perlindungan terhadap konsumen, hal tersebut berpotensi mendorong perokok dewasa beralih ke produk yang lebih rendah risko ini. “Secara jangka panjang, produk ini diharapkan menjadi solusi alternatif untuk mengatasi jumlah perokok. Untuk itu diperlukan regulasi agar konsumen dapat menentukan pilihannya,” terang Bimmo.
Dengan terus bertumbuhnya jumlah pengguna, Bimmo berharap pemerintah segera meregulasi secara khusus produk HPTL. “Konsumen seharusnya adalah penerima manfaat terbesar dari adanya regulasi. Untuk itu, seharusnya regulasi dibuat berorientasi pada kebutuhan konsumen.” tutup Bimmo.