November 6, 2024

GoTransit Ikut Berperan Kurangi Emisi Karbon

3 min read

JAKARTA – Kolaborasi antara PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) dengan Gojek yang meluncurkan fitur GoTransit dalam aplikasi Gojek dinilai dapat mendukung peningkatan penggunaan transportasi publik oleh masyarakat. Kerja sama itu juga disebut akan mengurangi polusi udara akibat kemacetan dari penggunaan kendaraan pribadi.

Peneliti Pusat Kajian Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Zudhy Irawan mengatakan apa yang dilakukan oleh KCI dan Gojek sangat positif dalam mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi umum ketimbang kendaraan pribadi.

Menurutnya, apa yang dilakukan oleh dua perusahaan tersebut juga diterapkan di negara lain. Transportasi publik seperti kereta bekerja sama dengan transportasi online dalam memudahkan pengguna dalam membeli tiket secara terintegrasi.

“GoTransit mengaplikasikan sistem yang juga dijalankan di beberapa negara dalam meningkatkan layanan kepada pengguna sekaligus mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Jika pengguna GoTransit semakin besar dan mulai banyak masyarakat yang menggunakan transportasi umum, kemacetan di kota-kota besar seperti Jakarta akan terus berkurang,” kata Zuhdy.

Kolaborasi tersebut, lanjut Zuhdy, merupakan inisiatif berkelanjutan dalam menghadirkan transportasi pintar yaitu integrated mobility, di mana angkutan publik terkoneksi dan terintegrasi satu sama lain, sehingga menjadi bagian dalam mencapai net zero emission dari sektor transportasi.

Zudhy Irawan mengatakan di kota-kota besar seperti Jakarta, ojek online seperti GoRide yang merupakan salah satu fitur dari Gojek, berfungsi sebagai first mile last mile. Dalam fungsinya sebagai first mile last mile, keberadaan GoRide sangat dibutuhkan sebagai penghubung yang memudahkan masyarakat untuk memanfaatkan transportasi publik.

“Pada dasarnya pada sistem GoTransit, transportasi online berperan sebagai stimulus untuk menggunakan transportasi umum. Jadi keberadaan transportasi online adalah mendukung transportasi umum karena memang yang dibutuhkan adalah integrasi. Di sinilah potensi untuk mengurangi emisi atau menciptakan net zero emission di masa depan akan bisa terwujud,” tutur Zudhy.

Seperti diketahui, sebagian besar masyarakat masih enggan untuk memanfaatkan transportasi umum saat beraktivitas. Keengganan tersebut dikarenakan masih tidak praktisnya dalam menggunakan moda transportasi umum. Mulai dari harus sambung menyambung kendaraan agar sampai tempat tujuan, dan juga sistem pembelian tiket atau pembayaran yang masih konvensional yang cukup menyita waktu.

Sementara, mayoritas pengguna kendaraan umum menginginkan agar segala sesuatunya berjalan dengan cepat dan mudah sehingga waktu tempuh ke tempat tujuan menjadi lebih cepat layaknya menggunakakan kendaraan pribadi.

Hal itulah yang membuat mayoritas masyarakat enggan menggunakan kendaraan umum dan memilih menggunakan kendaraan pribadi. Alhasil, kemacetan dan polusi udara yang dihasilkan menjadi tinggi.

Pendapat senada juga diungkapkan Pemerhati Transportasi Perkotaan ITB I Gusti Ayu Andani. Menurutnya, GoTransit memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam menggunakan moda transportasi umum.

“Apapun bentuk fasilitas yang mengintegrasikan sistem informasi termasuk ticketing yang intinya memudahkan masyarakat, pasti ada dampaknya ke peningkatan yang berimplifikasi ke transportasi umum. Nah, GoTransit mampu menghadirkan kemudahan tersebut bagi masyarakat karena pembelian tiket tidak perlu mengantri, cukup lewat aplikasi,” ungkap Ayu Andani.

Selain kemudahan bagi masyarakat, kata Ayu, peralihan dari penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum akan efektif mengurangi kemacetan. Pasalnya selama ini kontribusi terbesar kemacetan adalah kendaraan pribadi.

“Artinya keberadaan GoTransit sebagai first mile last mile akan semakin berperan mengurangi kemacetan. Ketika kemacetan ini berkurang, otomatis juga akan berperan mengurangi emisi karbon, bahkan ke depan bisa mendukung terciptanya net zero emission,” pungkasnya.