December 4, 2024

Dari Kasus di Amerika Serikat, Pemerintah Harus Buat Regulasi

2 min read

Ketua KABAR Ariyo Bimmo

Jakarta – Masalah yang terjadi akibat penyalahgunaan rokok elektrik di Amerika Serikat, seharusnya menjadi momentum bagi Pemerintah Indonesia untuk melakukan kajian mendalam bagi produk tembakau alternatif. Hasil kajian tersebut diharapkan menjadi acuan untuk menyusun regulasi.

Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) dan Pengamat Hukum, Ariyo Bimmo, menyatakan adanya regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif akan mencegah kasus serupa terjadi di Indonesia.

“Pemerintah harus merespon permasalahan yang terjadi di Amerika Serikat dengan mendorong pembentukan regulasi. Regulasi ini diharapkan untuk mencegah penyalahgunaan produk tembakau alternatif, yang faktanya justru memiliki manfaat dalam membantu para perokok dewasa yang ingin berhenti secara bertahap,” kata Ariyo kepada wartawan.

Saat ini, pemerintah baru mengatur produk tembakau alternatif dengan penetapan tarif cukai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) sebesar 57 persen. Ketentuan ini diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017. Menurut Ariyo, peraturan yang ada sekarang ini belum cukup kuat mengatur produk tembakau alternatif.

Sebab, tidak mengatur aspek ketentuan uji produk, pemasaran produk, informasi produk bagi konsumen, batasan usia, hingga pengawasan. Pemerintah masih fokus dalam hal penerimaan cukai.

“Regulasi baru yang cakupannya lebih rinci akan menutup celah terhadap penyalahgunaan produk tembakau alternatif, seperti untuk narkoba dan dikonsumi anak di bawah usia 18 tahun.

Pada akhirnya, produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, dapat memainkan peran penting dalam membantu perokok dewasa beralih ke produk yang minim risiko kesehatan,” kata dia.

Ariyo menambahkan pembuatan regulasi baru tersebut diharapkan berdasarkan kajian ilmiah. Saat ini, Indonesia masih minim akan kajian ilmiah terhadap produk tembakau alternatif. Alhasil, publik tidak mengetahui manfaat dari produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan.

Pemerintah dapat belajar dari sejumlah negara yang sudah melakukan hal serupa, salah satunya Korea Selatan.  Menurut hasil survei dari Pusat Pengendalian dan Penyakit Korea, angka perokok pria menjadi 39,3 persen pada 2017 lalu. Turun 1,3 poin dari tahun sebelumnya.

“Pemerintah harusnya mendukung inovasi produk tembakau ini, sambil memastikan kalau produk tembakau alternatif memberikan manfaat bagi kesehatan publik. Kita harus terbuka dengan opsi-opsi yang ada untuk mengurangi jumlah perokok,” ucap Ariyo.

Ariyo melanjutkan, Indonesia bisa mengikuti jejak U.S. Food and Drug Administration (U.S. FDA) yang melakukan kajian ilmiah terlebih dahulu sebelum memberikan izin pemasaran ataupun penjualan. Contohnya adalah pada salah satu produk tembakau yang dipanaskan. Produk tersebut diteliti oleh U.S. FDA selama dua tahun. Setelah hasilnya menunjukkan sesuai untuk perlindungan kesehatan masyarakat, FDA mengizinkan perangkat itu dijual.

Mantan Komisioner U.S. FDA, Scott Gottlieb, menambahkan kasus yang terjadi di Amerika Serikat sekarang ini lantaran para produsen rokok elektrik tidak mengikuti proses pengujian oleh FDA. “Sejauh ini, tidak ada perusahaan rokok elektrik yang telah bersedia terlibat dalam proses itu dan mengajukan aplikasi. Prosesnya terbuka, mereka bisa melakukannya bertahun-tahun yang lalu,” tutup Scott.