Jumlah Perokok di Jepang Menurun, Ada Andil Produk Tembakau yang Dipanaskan
2 min readJakarta – Jepang sukses menurunkan jumlah perokok dengan mendorong perokok dewasa untuk beralih ke produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco products). Ahli Biomedik dari Universitas Brawijaya, Masdiana Chendrakasih Padaga, menyatakan kesuksesan tersebut terjadi karena adanya informasi yang akurat dan regulasi khusus, yang berdasarkan kajian ilmiah, bagi produk tembakau yang dipanaskan.
“Kebijakan Pemerintah Jepang dalam menurunkan jumlah perokok melalui penerapan konsep pengurangan risiko, dengan penggunaan produk tembakau yang dipanaskan, merupakan tindakan responsif yang tepat. Hal ini terbukti efektif dalam mengurangi dampak buruk dari rokok terhadap kesehatan,” jelas Masdiana, yang turut menghadiri kongres ke-6 Asian College of Neuropsychopharmacology di Fukoka, Jepang.
Berdasarkan hasil survei Kementerian Kesehatan Jepang pada 2016 lalu, jumlah perokok turun di bawah 20 persen untuk pertama kalinya. Hanya 19,8 persen orang dewasa yang dilaporkan merokok setiap harinya atau turun 1,8 persen dari tahun 2013. Selain itu, tingkat perokok pria dan wanita juga turun. Untuk pria, terdapat penurunan sebesar 2,6 persen menjadi 31,1 persen. Sedangkan pada wanita, turun 1,2 persen menjadi 9,5 persen.
Masdiana menambahkan penurunan jumlah perokok itu terjadi karena hadir dan berkembangnya produk tembakau yang dipanaskan. Berdasarkan data Public Health England dalam laporannya yang berjudul ‘Evidence review of e-cigarettes and heated tobacco products 2018’ menyimpulkan bahwa produk tembakau yang dipanaskan cenderung mengekspos pengguna dan orang-orang disekitarnya dengan zat kimia berbahaya yang lebih rendah dibandingkan dengan asap rokok. Hal itu dikarenakan produk tersebut tidak membakar tembakau, melainkan memanaskan tembakau pada suhu maksimal 350 derajat celcius, sehingga tidak menghasilkan asap dan TAR.
“Pemanasan dilakukan dengan menggunakan sistem pemanas elektronik, sehingga tidak terjadi pembakaran tembakau,” jelas Masdiana.
Selain berbeda dari rokok, Masdiana melanjutkan, produk tembakau yang dipanaskan juga tidak sama dengan rokok elektrik. Pada rokok elektrik, terdapat berbagai macam cairan di dalamnya, seperti nikotin, baik yang berasal dari tembakau atau sumber lainnya, gliserin, propilen glikol, perasa, dan lainnya. Cairan tersebut dipanaskan sehingga menghasilkan uap.
Dengan bahan dan variasi perangkat khususnya yang sangat beragam, menurut Masdiana, rokok elektrik menjadi sangat rentan untuk disalahgunakan. Salah satu contohnya adalah kasus kesehatan yang marak terjadi di Amerika Serikat.
Selain dukungan regulasi, Masdiana menekankan, perokok dewasa harus diberikan edukasi yang menyeluruh mengenai produk tembakau alternatif, khususnya produk tembakau yang dipanaskan, melalui informasi akurat yang berdasarkan fakta serta kajian ilmiah. Ia juga menyarankan pemerintah untuk melakukan kajian berdasarkan aspek politik, ekonomi, sosial, teknologi, dan lingkungan terhadap produk tembakau yang dipanaskan. Kajian tersebut seharusnya melandasi kebijakan pemerintah dalam membuat regulasi bagi produk tembakau alternatif. Hal ini tentunya juga harus didukung dan disinergikan oleh semua pemangku pentingan agar masalah rokok di Indonesia dapat ditangani secara lebih serius.
“Tidak mudah untuk melakukan perubahan dari perokok menjadi berhenti merokok, harus dilakukan secara bertahap dan dibarengi dengan upaya edukasi kepada mereka,” ujarnya.