Presiden Jokowi Minta Penerima Insentif Gas Industri Diverifikasi dan Dievaluasi
2 min readJakarta – Presiden Joko Widodo meminta agar industri yang mendapatkan insentif penurunan harga gas harus betul-betul diverifikasi dan dievaluasi. Dengan demikian, pemberian insentif penurunan gas akan memberikan dampak yang signifikan dan memberikan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia.
“Saya minta evaluasi dan monitoring secara berkala harus dilakukan terhadap industri-industri yang diberikan insentif. Harus ada disinsentif, harus ada punishment jika industri tidak memiliki performance sesuai yang kita inginkan,” jelas Presiden Jokowi dalam rapat terbatas bersama jajarannya untuk membahas soal penyesuaian harga gas untuk industri dan bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi di Istana Merdeka, Jakarta.
Menurut Jokowi, industri yang diberi insentif harus mampu meningkatkan kapasitas produksinya dan meningkatkan investasi barunya. Mereka juga harus mampu meningkatkan efisiensi proses produksinya sehingga produknya menjadi lebih kompetitif, serta harus bisa meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa insentif berupa penurunan harga gas bagi industri bisa dijalankan jika pemerintah mengurangi subsidi BBM dan listrik. Ia mengatakan insentif harga gas rendah juga merupakan bentuk subsidi kepada industri. Itu akan sangat memengaruhi keberlangsungan APBN ke depan.
“Skenario ini hanya bisa jalan bila ada kompensasi. Harus ada penurunan subsidi di sektor BBM. Untuk listrik berarti juga akan ada pengurangan subsidi. Ini semua perlu dilakukan subsequencing yang sangat hati-hati,” ujar Sri Mulyani di Jakarta.
Kondisi APBN saat ini, lanjut Sri Mulyani, sudah sangat ketat sehingga harus ada keadilan dalam pemberian subsidi yang berimplikasi terhadap anggaran negara. Ia juga menekankan bahwa tidak semua industri nantinya bisa mendapatkan akses harga gas murah. “Insentif hanya bisa diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang selama ini bergerak dengan baik. Setelah diberikan pun pengawasan akan terus dilakukan kepada seluruh perusahaan penerima manfaat,” tuturnya.
Merespon permintaan Presiden, Menteri Energi dan Sumber Daya Minera (ESDM) Arfin Tasrif langsung menetapkan keputusan bahwa harga gas industri sesuai amanat Perpress 40 tahun 2019 akan mulai berlaku pada 1 April 2020. “Rencana penurunan harga gas menjadi US$6 (per mmbtu) mengikuti Perpres Nomor 40 tahun 2016. Untuk bisa menyesuaikan harga US$ 6 per mmbtu tersebut, maka harga gas di hulu harus bisa diturunkan antara US$ 4-4,5 per mmbtu, dan biaya transportasi dan distribusi bisa diturunkan antara US$ 1,5-2 per mmbtu,” ungkap Arfin Tasrif pasca Rapat terbatas tersebut.
Penurunan harga gas juga diterapkan untuk sektor kelistrikan. Ini untuk menyediakan listrik yang terjangkau bagi masyrakat dan mendukung pertumbuhan industri. Penurunan harga gas untuk industri, termasuk pupuk dan PLN tidak menambah beban keuangan negara.
Menurut Arfin akan terdapat pengurangan penerimaan pemerintah di hulu migas. Namun, terdapat tambahan pendapatan pemerintah dari pajak dan dan deviden, penghematan subsidi listrik, Pupuk dan kompensasi PLN, serta terdapat penghematan karena konversi pembangkit listrik dari diesel ke gas.
“Konsekuensinya dibidang hulu gas, penerimaan pemerintah bisa berkurang tapi ini bisa dikompensasi dengan pengurangan biaya subsidi dan (pengurangan) biaya kompensasi (PLN), dan kontribusi dari peningkatan pajak dan deviden. Juga terdapat penghematan dari konversi bahan bakar pembangkit listrik dari diesel ke gas,” ungkap Arfin.