December 30, 2024

Menkes Nyatakan Belum ada Penelitian, YPKP: Kami Siap Dukung Kajian Ilmiah

2 min read

Peneliti YPKP Amaliya

Jakarta – Menanggapi pernyataan Menteri Kesehatan (Menkes) terhadap belum adanya penelitian komprehensif tentang rokok elektrik, Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) siap membantu Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam melakukan kajian ilmiah yang komprehensif terhadap rokok elektrik (vape) dan produk tembakau alternatif lainnya.  Peneliti YPKP, Amaliya, menyatakan adanya kajian ilmiah akan memberikan perspektif baru bagi Menteri Kesehatan dr. Terawan Agus Putranto.

“Saat ini, hasil penelitian dan kajian ilmiah terhadap rokok elektrik dan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco products), di Indonesia masih minim. YPKP sudah dan sedang melakukan riset pada rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan. Dengan pengalaman tersebut kami siap berbagi pengetahuan dan informasi kepada Bapak Menkes,” kata Amaliya, Senin (25/11).

Amaliya menjelaskan, dalam hasil kajian yang dilakukan YPKP pada 2016 lalu menunjukkan bahwa perokok aktif memiliki jumlah inti sel kecil dalam kategori tinggi, yakni 147,1 pada rongga mulutnya. Sementara pengguna rokok elektrik dan non-perokok masuk dalam kategori normal, yaitu berkisar pada angka 70-80.   

“Jumlah inti sel yang semakin banyak menunjukkan adanya ketidakstabilan sel yang merupakan indikator terjadinya kanker di rongga mulut. Hasil itu juga memperlihatkan bahwa jumlah inti sel kecil pengguna rokok elektrik cenderung sama dengan non-perokok dan dua kali lebih rendah daripada perokok aktif,” ujarnya.

Amaliya meneruskan sejumlah penelitian di luar negeri juga menunjukkan bahwa rokok elektrik memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok. Contohnya hasil penelitian Public Health England, divisi dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris, mengeluarkan penelitian yang berjudul “Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products 2018.” Hasil penelitian itu membuktikan bahwa rokok elektrik memiliki risiko kesehatan 95 persen lebih rendah daripada rokok.

Institut Federal Jerman untuk Penilaian Risiko (German Federal Institute for Risk Assessment) juga telah mengumumkan hasil penelitannya atas produk tembakau yang dipanaskan pada 2018 lalu. Hasil riset tersebut menyatakan produk tembakau yang dipanaskan memiliki tingkat toksisitas (tingkat merusak suatu sel) yang lebih rendah hingga 80-99 persen daripada rokok.

“Banyak kajian di luar negeri yang menunjukkan bahwa rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan memiliki risiko kesehatan yang jauh lebih rendah daripada rokok. Tapi, publik masih menganggap produk tersebut sama berbahayanya dengan rokok. Produk tembakau alternatif tidak bebas risiko sepenuhnya, namun jauh lebih rendah risikonya daripada rokok,” kata Amaliya.

Menurut Amaliya, Kemenkes perlu melakukan kajian ilmiah yang komprehensif sesegera mungkin. Jika tidak, perokok dewasa dapat kehilangan peluang untuk beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko. “Sekarang ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan kajian ilmiah di tengah pro dan kontra rokok elektrik. Hadirnya kajian ilmiah yang komprehensif akan mengungkapkan kebenaran kepada publik mengenai manfaat produk tembakau alternatif,” ujarnya.

Sebelumnya, Menkes Terawan enggan langung menjustifikasi bahwa rokok elektrik berbahaya bagi kesehatan dan harus dilarang. “Nanti kita menampung dari semua lapisan masyarakat, apa yang mereka ini kan. Jangan malah menjustifikasi sesuatu hal yang belum jelas,” katanya.