FSP RTMM Tolak Intervensi Asing di Kebijakan Tembakau
2 min readJakarta – Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) SPSI menolak adanya dorongan pihak asing yang turut campur dalam kebijakan pertembakauan di Indonesia. Hal ini disampaikan Ketua FSP RTMM Sudarto menanggapi adanya gelaran 7th Asia Pacific Summit of Mayors yang diselenggarakan Asia Pacific City Alliance for Health and Development (APCAT) 1-3 Desember lalu.
Sudarto mengatakan bahwa indikasi intervensi asing dalam penyusunan kebijakan soal tembakau terpampang nyata. Salah satunya melalui gelaran 7th Asia Pacific Summit Mayors APCAT yang di dalamnya hadir sejumlah lembaga asing seperti Bloomberg Philanthropies. Menurut Sudarto, aliran dana yang dikucurkan oleh lembaga internasional untuk mengatur kebijakan tembakau di Indonesia telah menjadi rahasia umum.
“Aliran dana itu sudah banyak yang tahu. Tapi yang menyerang tembakau hanya memanfaatkan kucuran dana untuk kampanye tanpa memperhatikan kondisi pekerja. Bicara soal rokok kita harus lihat lebih dalam karena ada aspek pekerja. Kami sudah mengirim surat kepada Presiden Jokowi untuk menolak intervensi ini pada 2 Desember lalu,” ujar Sudarto.
Sudarto menambahkan secara hukum pekerja telah jelas dilindungi oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Apalagi, industri hasil tembakau adalah industri yang legal.
“Yang berkumpul dalam acara itu antara lain beberapa kepala daerah, mereka seharusnya bersikap netral dan paham bahwa lapangan kerja itu terbatas. Mereka sendiri tidak bertanggung jawab menyediakan lapangan kerja. Situasi ekonomi juga masih tidak pasti, ancaman resesi global dan PHK massal harus diperhitungkan,” tegas Sudarto.
Sudarto juga menjelaskan terkait pengendalian tembakau sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 yang justru saat ini didorong untuk direvisi. Padahal PP 109/2012 telah secara komprehensif mengatur soal pertembakauan. Ia yakin dorongan revisi PP 109/2012 juga turut ditunggangi lembaga-lembaga asing tanpa basis data dan fakta yang jelas.
“Kalau mau revisi, harusnya evaluasi terlebih dulu. Kalau implementasinya belum kuat, bukan berarti aturannya yang harus direvisi. Banyak aspek dalam PP ini, termasuk tenaga kerja. RTMM tidak antiregulasi, tapi harus dilihat situasinya,” papar Sudarto.
Sebelumnya, Direktur Bloomberg Philanthropies Kelly Larsson dalam acara 7th Asia Pacific Summit of Mayors yang diselenggarakan Asia Pacific City Alliance for Health and Development (APCAT) menjelaskan bahwa Bloomberg Philanthropies telah mendonasikan lebih dari satu miliar dolar untuk mendukung pengendalian tembakau di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah di seluruh dunia sejak tahun 2007.
“Ketika kami pertama kali memulai pada tahun 2007, hanya ada 64 kebijakan pengendalian tembakau secara nasional. Lima belas tahun kemudian, tahun ini, ada lebih dari 290 kebijakan. Kami ingin mendorong negara-negara lain untuk melakukan hal yang sama,” ujarnya.