AFPI: Industri Fintech P2P Lending Sumbang Rp 60 Triliun
3 min readJakarta – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), asosiasi resmi penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending, pada tahun ini genap satu tahun berkontribusi untuk meningkatkan perekonomian digital secara inklusif. Selama itu, setidaknya industri Fintech P2P Lending telah menyumbang Produk Domestik Bruto sebesar Rp 60 triliun atau meningkat 131% dalam setahun terakhir. Hal ini diungkapkan dalam pemaparan hasil riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) bekerja sama dengan AFPI dengan tajuk “Studi Dampak Fintech P2P Lending terhadap Perekonomian Nasional”.
Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi mengatakan, dari hasil riset yang dilakukan INDEF bersama AFPI dapat disimpulkan bahwa industri Fintech P2P Lending memiliki potensi untuk terus berkembang dan berperan besar untuk pertumbuhan ekonomi digital nasional.
“Sebagai asosiasi yang mewadahi Fintech P2P Lending di Indonesia, kami mengapresiasi dan berterima kasih kepada seluruh anggota yang telah konsisten untuk terus mendorong industri ini sehingga berkontribusi sebesar Rp 60 triliun kepada perekonomian nasional. Kami yakin angka ini terus mengalami pertumbuhan seiring dengan upaya yang terus industri ini lakukan antara lain melakukan literasi serta inklusi keuangan di masyarakat,” ujar Adrian di Jakarta, Senin (11/11).
Dengan hadirnya Fintech P2P Lending di Indonesia, INDEF mendata sebanyak 326 ribu orang terserap sebagai tenaga kerja. Ini meningkat 68% dari tahun sebelumnya di industri yang sama atau jumlah tersebut merupakan 0,32% dari total Angkatan kerja secara nasional. Kemudian, penyaluran dana dan investasi teknologi finansial yang dilakukan Fintech P2P Lending ini membuat penurunan angka kemiskinan sebesar 0,7% atau jumlah penduduk miskin berkurang sebesar 177 ribu jiwa dan mengurangi ketimpangan (rasio gini) sebesar 0,01.
“Keberadaan Fintech semakin relevan sebagai sarana untuk memperdalam pasar keuangan di Indonesia. Kami berharap dengan komitmen bersama antara asosiasi dan anggota penyelenggara yang solid dapat terus memberikan fasilitas layanan keuangan di setiap lapisan masyarakat, meningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarakat, dan mendorong pertumbuhan ekonomi digital yang berkualitas,” jelas Adrian.
Peneliti INDEF, Izzudin Al Farras menjelaskan penyebaran layanan pinjam meminjam Fintech ke wilayah luar Jawa juga turut meningkat hingga 107% (year-on-year), maka Fintech juga berpotensi memiliki peran besar dalam mendukung pemerataan ekonomi khususnya untuk UMKM.
“Fintech P2P lending memiliki peran terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, termasuk pelaku UMKM,salah satu yang bisa kita lihat adalah peningkatan pendapatan untuk petani di Desa sebesar 1,23% dan pekerja perdagangan di kota sebesar 2,59%. Selain itu, mereka juga meningkatkan pengeluaran rumah tangga pengusaha pertanian mencapai 1,34%, rumah tangga golongan rendah perkotaan sebesar 1,34%, dan rumah tangga golongan atas perkotaan meningkat 1,77%.”
Diresmikan pada 5 Oktober 2018, AFPI bersama para anggota penyelenggara Fintech P2P Lending telah membangun ekosistem layanan keuangan berbasis digital yang semakin solid. Hingga September 2019, setidaknya sebanyak 144 anggota terdaftar di bidang produktif multiguna, konsumtif, dan syariah. Dari jumlah tersebut,13 anggota diantaranya telah berstatus berizin oleh OJK.
Dari total penyaluran pinjaman, dalam periode yang sama akumulasi penyaluran pinjaman mencapai Rp 60,41 triliun meningkat 166,51% year to date, akumulasi rekening lender sudah mencapai 558.766 entitas meningkat 169,28% year to date, dan akumulasi rekening borrower sudah mencapai 14.359.918 entitas meningkat 229,40% year to date.
Fintech Data Centre (FDC) untuk Pengintegrasian Data Penyelenggara
Demi integrasi data para anggota penyelenggara Fintech P2P Lending yang lebih baik, AFPI membentuk Fintech Data Centre (FDC). Dengan ini, para anggota lebih mudah dalam melakukan credit assessment untuk melakukan penyaluran kredit.
“Jika di Bank Indonesia memiliki BI Checking dan OJK memiliki Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), AFPI memiliki FDC untuk memudahkan para penyelenggara. Kami berharap dengan sistem ini dapat memperkuat industri Fintech P2P Lending ke depannya,” kata Wakil Ketua Umum AFPI Sunu Widyatmoko.
Menurutnya, FDC memperjelas peran dan fungsi AFPI sebagai self-regulatory organization yang mewadahi industri Fintech P2P Lending. Sebelumnya arsitektur AFPI terdiri dari policy advocacy, code of conduct (atau pedoman perilaku sebagai dasar AFPI menjalankan market disiplin), literasi dan edukasi, data knowledge and intelligence, dan kolaborasi.
FDC akan memberikan perlindungan kepada lender dan borrower. Sunu mencontohkan seperti untuk mengurangi risiko fraud dan mengurangi biaya pinjaman. Jenis data yang bisa diakses antara lain Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan kolektibilitas kredit. Dalam pengembangannya, FDC juga dapat diintegrasikan ke data milik perbankan atau bahkan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kehadiran FDC merupakan komitmen nyata kami bersama anggota penyelenggara untuk terus menciptakan industri yang sehat dan transparan. FDC juga menjadi salah satu cara kami untuk dapat berkolaborasi dengan lebih banyak pihak seperti perbankan dan pembiayaan sehingga semakin memperluas akses pendanaan kepada masyarakat,” kata Sunu.