Apakah TAR Berbahaya? Ini Fakta Tentang TAR
2 min readJakarta – Masyarakat luas, khususnya perokok dewasa, belum sepenuhnya menyadari bahaya dari TAR. Selama ini, banyak informasi keliru yang berkembang luas di masyarakat yang mengira TAR sama bahayanya dengan nikotin. Anggapan ini salah. Lantas, bagaimana fakta yang sebenarnya?
Ahli Toksikologi dan Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (UNAIR), Shoim Hidayat, menjelaskan TAR berbeda jauh dengan nikotin, khususnya dari sisi bahaya yang ditimbulkan.
Menurut Shoim, TAR adalah zat kimia dan partikel padat (solid carbon) yang dihasilkan dari proses pembakaran pada rokok. Senyawa ini bersifat karsinogenik atau dapat menyebabkan kanker serta dapat memicu berbagai pernyakit berbahaya yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok.
“Ada ribuan senyawa kimia dalam asap rokok, beberapa di antaranya memang bersifat karsinogenik, seperti TAR. Jadi, bahan kimia dalam TAR inilah yang memicu penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok,” kata Shoim saat diwawancarai.
Mengacu kepada National Cancer Institute Amerika Serikat, TAR mengandung berbagai senyawa karsinogenik yang dapat memicu kanker paru-paru, emfisema, atau penyakit lainnya. Dari sekitar 7.000 bahan kimia yang ada di dalam asap rokok, 2.000 di antaranya terdapat pada TAR.
Tak hanya itu, Shoim melanjutkan, TAR juga dapat meningkatkan risiko penyakit kronis yang berkaitan dengan peredaran darah pada jantung maupun diabetes. Sebab, zat kimia dalam TAR yang diabsorbsi oleh paru-paru akan mengalir ke peredaran darah. “Namun belum banyak penelitian yang membuktikan bahwa TAR bisa menyebabkan jantung dan diabetes. Penyebab suatu penyakit sering kali sangat kompleks,” ucapnya.
Lantas, bagaimana dengan nikotin yang selama ini dituduh sebagai zat paling berbahaya dalam rokok?
Shoim menjelaskan, nikotin tidak bersifat karsinogenik. Nikotin menimbulkan efek ketergantungan. Konsumsi nikotin bisa merangsang sistem otak sehingga menimbulkan perasaan nyaman, tenang, dan sejenisnya. Selain tembakau, nikotin juga dapat ditemukan pada beberapa tanaman lainnya, seperti kentang, terong, dan tomat, tetapi konsentrasinya masih kecil.
“Ketergantungan nikotin sama seperti ketagihan minum kopi. Perokok sebenarnya hanya mencari efek nikotinnya. Nikotin akan berbahaya jika dikonsumsi berlebihan, bisa bikin pusing,” tuturnya.
Secara terpisah, peneliti dari Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB), Mohammad Khotib, menambahkan bahwa masyarakat kerap keliru menganggap nikotin sebagai penyebab masalah kesehatan ketimbang TAR. Faktanya, TAR adalah pemicu berbagai penyakit akibat konsumsi rokok.
“Nikotin cenderung bisa menimbulkan adiksi atau ketergantungan, namun kalau TAR bisa memicu kanker karena sifatnya yang karsinogenik,” tegasnya.
Dengan fakta tersebut, Khotib menyarankan perokok dewasa untuk berhenti merokok guna mengurangi paparan TAR. Jika sulit berhenti, maka dapat beralih ke produk tembakau alternatif seperti produk tembakau yang dipanaskan atau rokok elektrik. Sebab, produk tersebut menerapkan sistem pemanasan dengan suhu terkontrol sehingga hanya menghasilkan uap atau aerosol, bukan asap seperti pada rokok. Uap yang dihasilkan dari produk tembakau alternatif tidak mengandung partikel padat.
Berkat penerapan sistem pemanasan, produk tembakau alternatif mampu mengurangi risiko hingga 90%-95% lebih rendah daripada rokok. “Sulit menghilangkan konsumsi rokok, tetapi prioritas terpentingnya adalah membuat inovasi yang mengurangi risiko dari rokok, seperti produk tembakau alternatif,” pungkasnya.